Wednesday 16 February 2011

Infotainment Abaikan Kode Etik Jurnalistik

Infotainment adalah suatu istilah populer untuk berita atau dapat juga disebut informasi hiburan di kalangan masyarakat kita dewasa ini. Perkembangan infotainment di Indonesia boleh dikatakan cukup signifikan, sekitar tahun 2000 hanya ada segelintir infotainment yang ditayangkan oleh stasiun tv tertentu dan tidak lebih dari sekali tayang setiap harinya, akan tetapi dalam jangka waktu 5 tahun hingga saat ini, tayangan infotainment di televisi kian menjamur, bahkan ditayangkan pagi dan sore hari. Bahkan menurut hasil survey Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Maret 2006, tayangan infotainment telah mengisi 63 persen tayangan televisi Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kondisi psikologis masyarakat yang jenuh akan pemberitaan politik, misalnya tentang korupsi para pejabat yang tidak kunjung memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, dan pemberitaan tentang ekonomi yang seringkali meneror kehidupan, seperti kenaikan harga bahan kebutuhan pokok atau kenaikan BBM. Pada situasi seperti inilah infotainment mengambil alih perhatian masyarakat yang dianggap dapat mengobati kerinduan masyarakat akan berita yang ringan dan menghibur.

Namun dalam perkembangannya, infotainment menuai banyak kritik terutama dari sisi jurnalistik. Menurut A.W Widjaja, seorang pakar jurnalistik, pada dasarnya jurnalistik adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peristiwa atau kejadian sehari-hari yang actual dan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya. Bila kita telaah dari segi pengertian jurnalistik itu sendiri, maka infotainment merupakan produk jurnalistik karena menyiarkan berita tentang peristiwa atau kejadian sehari-hari akan tetapi dalam pencarian berita misalnya, para wartawan infotainment sepertinya mengabaikan kode etik jurnalistik yang ada. Secara umum kode etik jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Bentuk pengabaian wartawan infotainment terhadap kode etik jurnalistik dalam mencari berita diantaranya adalah tidak menghormati hak privasi. Seringkali para wartawan infotainment mengganggu privasi selebritis yang akan dikorek beritanya, tentu saja ini bertolak belakang dengan norma kesopanan dalam masyarakat. Jika kita telusuri lebih lanjut, kebebasan pers di Indonesia juga sangat berpengaruh pada perkembangan infotainment. Persepsi bahwa kebebasan pers adalah kebebasan untuk memuat berbagai macam informasi untuk masyarakat dengan mengabaikan norma-norma tertentu agaknya memang keliru. Kebebasan pers yang sebenarnya ialah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Pers, dewasa ini telah kehilangan jati dirinya bila dikaitkan dengan Infotainment. Bila kebebasan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Maka, Infotainment tidak termasuk didalamnya, karena berita-berita yang dimuat dianggap tidak memberikan pendidikan bagi masyarakat, selain hanya mengorek kehidupan pribadi selebritis, beritanya pun sering tidak sesuai dengan fakta dan tentunya semakin jauh dari kode etik jurnalistik yang mengharuskan wartawan selalu memuat berita sesuai dengan fakta-fakta yang ada serta akurat dalam penyajiannya.

Selain itu, bentuk pengabaian terhadap kode etik jurnalistik tercermin dalam pencemaran nama baik selebritis serta pelangaran norma-norma masyarakat. Seringkali para selebritis mengalami pencemaran nama baik oleh wartawan yang dalam pemberitaannya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Tidak jarang para selebritis merasa nama baiknya tercemar dan merasa sakit hati oleh pemberitaan wartawan yang jauh berbeda dengan fakta yang ada, bahkan beberapa diantaranya menuntut wartawan ke pengadilan dengan tuntutan pencemaran nama baik. Pelanggaran norma-norma masyarakat terjadi apabila mengungkapkan isu-isu kehidupan pribadi selebritis, misalnya menguak perceraian atau perselingkuhan. Pada pasal 4 dalam kode etik jurnalistik, ditetapkan bahwa wartawan Indonesia tidak memuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul. Maka infotainment yang menayangkan adegan seorang selebritis yang sedang bermesraan bersama kekasihnya dengan memakai pakaian serba minim atau menampilkan photo-photo mesra antara keduanya tentu saja bertolak belakang dengan pasal 4 kode etik jurnalistik tersebut yang seharusnya tidak mencerminkan pornografi atau cabul serta tidak pantas untuk ditayangkan di televisi secara luas.

Dalam BAB II pasal 3 mengenai asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers dalam kode etik jurnalistik Indonesia, penayangan infotainment di televisi tidak memenuhi fungsi dan peranan pers tersebut, khususnya bila menyangkut fungsi edukasi yang dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. Infotainment hanya sebatas memberikan informasi berupa gossip yang belum tentu benar faktanya. Kontroversi pada infotainment juga sering dikaitkan dengan isu normatif mengenai muatan beritanya, statusnya sebagai sebuah berita, dan status para pencari beritanya.

0 comments:

Post a Comment