Wednesday 16 February 2011

Perbandingan Sejarah Epistimologis dan Ontologis Science Islam dan Science Barat

Pada dasarnya epistimologi adalah filsafat ilmu atau dapat juga disebut cabang filsafat yang mempelajari dan menentukan ruang lingkup pengetahuan. Epistimologi sendiri membahas bagaimana ilmu didapatkan. Sebenarnya kekaguman adalah awal dari munculnya epistimologi, maksudnya ketika manusia menggunakan inderanya untuk mengenali alam ini, maka muncullah perasaan kagum yang dalam tahap selanjutnya dapat memunculkan epistimologi.

Selanjutnya, dalam pengertian etimologis, epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang mempunyai arti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, dan Logos juga berarti pengetahuan, jadi dapat disimpulkan bahwa epistimologi adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan. Epistimologi berhubungan dengan apa yang perlu diketahui dan bagaimana cara mengetahui pengetahuan.

Epistimologi membahas tentang kebenaran suatu pengetahuan. Karena pada hakikatnya jika kita membicarakan tentang ilmu pengetahuan maka dengan sendirinya akan memunculkan suatu perdebatan antara teori tentang kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri dan hakekat pengetahuan. Kedua teori ini berasal dari aliran realisme yang berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar ketika sesuai dengan kenyataan, sedangkan teori tentang hakikat pengetahuan adalah idealisme. Idealisme meyakini bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan realitas adalah mustahil karena pengetahuan adalah proses mental/psikologis yang bersifat subyektif.



Ø Epistimologi Science Islam

Dalam Islam dapat dipahami bahwa ilmu akan mendukung manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat karena bagi siapa pun yang ingin berbahagia di dunia dan akhirat, manusia haruslah menuntut ilmu. Kebahagiaan hakiki akibat ilmu menurut Islam adalah ditentukan oleh benar atau tidaknya manusia dalam mencari kebenaran. Sedangkan hany orang-orang yang berilmu lah yang akan menghasilkan kebenaran. Dan kebenaran yan paling dapat dioercaya adalah kebenaran wahyu Allah.

Islam memandang ilmu bukan terbatas pada eksperimental, Islam mengacu pada 3 aspek. Aspek yang pertama adalah aspek metafisika yang dijelaskan wahyu yang mengungkap realitas yang agung, dengan menjawab pertanyaan dari mana, kemana dan bagaimana maka manusia akan mengetahui landasan berpijak dan memahami akan Tuhannya. Aspek yang kedua adalah humaniora dan studi yang berkaitan dengan pembahasan mengenai kehidupan manusia, hubungannya dengan dimensi ruang dan waktu, psikologi, sosiologi, ekonomi dll. Ketiga adalah aspek material, yaitu alam raya, ilmu yang berdasarkan observasi dan eksperimen. Jadi dapat dipahami bahwa Islam tidak hanya menggunakan rasionalitas dan empirisme saja dalam menemukan kebenaran akan tetapi Islam menghargai dan menggunakan wahyu dan intuisi serta ilham dalam mencari kebenaran.

Al Qur’an menganjurkan kepada manusia untuk menggunakan akal dalam memperoleh pengetahuan dan dengan fenomena akal inilah manusia dapat memahami tanda-tanda kekuasaan Allah. Walaupun Islam menganjurkan manusia menggunakan akal untuk memahami sesuatu tetapi peran akal dalam eksperimen tidak sebebas-bebasnya. Artinya ketika akal manusia terbentur atau menemukan keterbatasannya maka yang berlaku pada saat itu adalah keimanan terhadap wahyu Allah.

Eksperimen yang dilakukan pun terbatas kepada pengetahuan yang bersifat fisika, sedangkan yang bersifat metafisika seperti surge, neraka, malaikat, azab kubur dan peristiwa hari kiamat itu adalah kajian wahyu dan hanya dapat diimani dan tidak dapat diakali.

Sehingga dapat dipahami bahwa didalam Islam, epistimologi ilmu adalah menyatukan akal dan mengarahkannya untuk mencapai pengetahuan dan kebenaran berdasarkan wahyu dan keimanan pada Allah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sumber dari pengetahuan menurut Islam adalah wahyu. Demi mendapatkan ilmu tersebut adalah dengan menggunakan panca indera dan akal yang semua kegiatannya dikendalikan oleh iman dan wahyu. Wahyu merupakan puncak segala sumber pengetahuan yang merupakan manifestasi dari firman Allah.

Ø Epistimologi Science Barat

Science barat dapat juga dikatakan sebagai science sekuler. Pemikiran barat yang sekuler ini adalah alur pemikiran yang memebebaskan diri dari hal-hal yang bersifat religi dan berkecenderungan kepada hal-hal yang bersifat duniawi dan kebendaan. Sekulerisme berusaha membebaskan manusia dari pemikiran yang berkaitan dengan keagamaan dan metafisika yang memfokuskan diri kepada hal-hal yang bersifat duniawi dan materi.

Di barat, sekulerisme lahir dari pertentangan antara ilmu dan agama Kristen. Sekulerisasi yang terjadi pun berupa pemisahan antara agama dengan ilmu pengetahuan. Bahkan pada sekitar abad pertengahan, pengetahuan yang isinya bertentangan dengan agama dalam hal ini gereja, dianggap melawan otoritas gereja. Dan konsep yang dianut adalah kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui metode ilmiah. Hal ini telah menghasilkan kemajuan ilmu-ilmu sekuler seperti metamatika, fisika, dan kimia yang telah berhasil membawa kemajuan bagi kehidupan manusia. Selanjutnya, dalam konsep science barat, sesuatu dapat dijadikan ilmu dan dianggap sebagai ilmu jika sudah terbukti secara empiris. Epistimologi sains dalam pandangan sekuler mencoba mencari kebenaran dengan metode ilmiah.

Ilmu dikatakan sebagai ilmu kalau telah memenuhi metode ilmiah. Metode ilmiah berusaha menggabungkan cara berfikir deduktif dan induktif. Penalaran deduktif mengacu kepada rasionalisme sedangkan induktif mengacu kepada empirisme. Empirisme percaya bahwa indrawi manusia adalah sumber pengetahuan. Pola pemikiran empirisme menekankan pada kemampuan untuk mendapatkan ilmu dengan indra yang dimiliki, tidak harus dengan wahyu.

Jadi, untuk mendapatkan ilmu menurut Islam adalah dengan memepergunakan panca indera, akal dan hati yang dibingkai dengan keimanan dan kendali wahyu, sebaliknya, dalam science barat, pengetahuan dianggap sebagai ilmu jika dibuktikan kebenarannya dan sesuatu dianggap ilmu tanpa harus memperhatikan manfaat ilmu bagi manusia serta sumber pengetahuan satu-satunya adalah akal dan panca indera.


Ø Ontologi Science Islam dan Science Barat

Seperti yang telah kita ketahui, ontologi adalah paham mengenai hakikat sesuatu. Di dalam Islam sendiri ontologi itu tidak lah sekedar yang tampak dan dapat diserap oleh alam empiris. Sementara itu bagi science barat, ontologi terbatas oleh dunia empiris, bagi mereka yang tampak dan diserap oleh panca indra itulah wujud. Dalam pandangan seperti ini muncullah aliran empirik-positivistik.

Di dalam Islam, yang wujud itu bukan hanya sekedar fisik akan tetapi juga sesuatu yang bersifat metafisik. Jika kita lihat lebih lanjut, science barat memandang sesuatu berdasarkan experience atau pengalaman yang empirik, sedangkan Islam memandang experience tidak hanya empirik, akan tetapi juga meta-empirik, yaitu pengalaman panca indra, rohani spriritual dan trans-empirikal. Ontologi Islam memberikan pemahaman bahwa saluran ilmu bagi Islam terdiri atas 2 bagian. Yang pertama adalah panca indera eksternal, yang meliputi peraba, perasa, pencium, pendengaran dan penglihatan. Yang kedua adalah panca indra internal, yaitu common sense, representasi, estimasi, rekoleksi, dan imaginasi.

Pada dasarnya Science barat secara ontologi hanyalah materialis dan mengutamakan wujud fisik. Selanjutnya science barat intelek identik dengan rasio yang bersifat parsial.

1 comments:

Unknown said...

izin copy sedikit yah!!.. buat perbandingan.. :)

Post a Comment